TRIBUNVIRAL.ID -
Bayi yang diduga dicekik oleh anggota polisi Dit Intelkam Polda Jateng ternyata anak kandungnya. Pihak keluarga berharap agar penanganan kasus ini dilakukan dengan transparansi.
Kuasa hukum pelapor, Alif Abdurrahman, mengungkapkan, korban (NA) merupakan bayi berusia dua bulan, sementara pelapor adalah ibunya, DJ (24). Terduga pelaku adalah Brigadir AK, merupakan ayah kandung korban.
"Dosa apa bayi dua bulan harus dibunuh oleh ayah kandungnya? Ini bukan hal sembarangan. Kami memiliki bukti otentik berupa tes DNA, jadi tidak ada alasan untuk membantah. 99,9 persen itu anak kandungnya," tegas Alif kepada wartawan di kantornya, Selasa (11/3/2025).
Namun, pihak kuasa hukum belum bisa mengungkapkan hubungan antara pelapor dan terlapor. Namun, keduanya telah saling mengenal sejak 2023 dan tinggal serumah.
"Kenalnya sekitar 2023. Awalnya mengaku bukan polisi, tetapi bekerja di Telkomsel. Namun, lama-lama saya baru tahu," jelasnya lagi.
Alif mengungkapkan kronologi kejadian berlangsung pada 2 Maret 2025. DJ, AK, dan NA awalnya pergi bersama menggunakan mobil menuju pasar Peterongan. Setelah DJ turun untuk berbelanja, AK menjaga NA di dalam mobil. 10 menit setelah DJ kembali, ia mendapati bayinya tidak bergerak.
"Sebelum kejadian, AK sempat memotret DJ dan NA pada pukul 14.39 WIB. Setelah 10 menit, saat DJ kembali ke mobil, ia tidak curiga. Namun, bibir anaknya membiru. Sebagai seorang ibu, DJ panik dan coba menepuk-nepuk tubuh anaknya, mengira anaknya sedang tidur. Menurut AK, anaknya sempat gumoh dan kesedak," ujar Alif.
Meski DJ tidak langsung curiga, NA akhirnya dibawa ke rumah sakit. Namun, keesokan harinya, NA meninggal dunia dengan diagnosis gagal napas.
"Pada 3 Maret, jenazah segera dimakamkan di Purbalingga, tempat asal AK," tegasnya.
Setelah pemakaman, muncul kecurigaan karena AK tiba-tiba hilang kontak. DJ semakin curiga, akhirnya melapor ke Polda Jateng pada 5 Maret 2025 dengan nomor LP/B/38/III/2025/SPKT/Polda Jawa Tengah.
Ternyata Brigadir AK menghilang dan tidak diketahui keberadaannya. Karena merasa curiga, laporan dibuat ke Polda Jateng," jelasnya lagi.
Selain itu, terdapat kejanggalan dalam foto sebelum kejadian, di mana NA terlihat sehat dan baik-baik saja. DJ merasa aneh karena jika anaknya memang tersedak, maka AK seharusnya memberitahunya segera, tetapi baru mengaku saat ditanya, sementara bibir NA sudah membiru.
"Kecurigaan lainnya adalah foto yang diambil pada pukul 14.39 WIB sebelum turun dari mobil. Setelah ditinggal 10 menit, anaknya sudah seperti itu. Apabila benar tersedak, seharusnya bapaknya menelepon," ungkapnya.
Pengacara pelapor yang lain, Amal Lutfiansyah mengungkapkan sempat ada intimidasi agar DJ tidak mengungkapkan kejadian ini. Namun, ia tidak mengetahui siapa yang melakukan intimidasi tersebut.
"Korban (DJ) masih terguncang. Memang ada intervensi atau intimidasi, tetapi kami tidak tahu siapa yang melakukannya. Kami kini menggandeng LPSK untuk melindungi korban," kata Amal.
Amal berharap agar proses penanganan kasus ini dilakukan secara terbuka dan transparan.
"Laporan ini diharapkan mendapat perhatian serius dari Kapolda Jateng maupun Kapolri. Ini adalah kasus yang tragis, dan kami sebagai masyarakat pencari keadilan berhak mendapatkan informasi yang jelas," tambahnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto mengonfirmasi, Brigadir AK telah ditempatkan di ruang khusus (patsus) selama 30 hari untuk keperluan pemeriksaan internal oleh Bid Propam.
"Mulai hari ini, yang bersangkutan menjalani patsus selama 30 hari guna keperluan pemeriksaan lebih lanjut," kata Artanto dalam keterangannya.
Proses penyidikan pidana kini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Jateng, dan ekshumasi terhadap jenazah NA dilakukan pada 6 Maret 2025. Hasil ekshumasi masih belum dipublikasikan, termasuk dugaan motif anggota polisi Polda Jateng Brigadir AK dalam kasus ini.
(Andi Prasetyo)
Social Footer